Asri AyuSyar'i

Kamis, 29 November 2012

Mertuaku adalah Orangtuaku! (Part 1)

  Sedih itu ketika mendengar sebuah kisah nyata:

Seorang laki-laki yang sudah beristri tunduk pada segala perintah istrinya. Lantaran sang istri gajinya jauh lebih besar. Demi sang istri dia rela bertengkar dengan saudara-saudaranya (yang dulu bahkan tidak pernah dilakukannya) untuk memperebutkan harta warisan orangtua (yang bahkan belum meninggal dunia), bahkan demi istri dia rela tidak memperhatikan kedua orangtuanya yang telah renta, sampai sakit dan tak punya uang pun tidak dihiraukan.

Mengapa bisa begitu? Ini pertanyaanku. Apakah si istri tidak punya mata hati sehingga membuat suaminya bertengkar dengan saudara-saudaranya? Apakah si istri tidak punya nurani hingga suaminya menjadi anak durhaka kepada orangtuanya? Apakah keduanya baru sadar jika orangtua renta itu sudah tiada? Naudzubillahi min dzalik ...
Paling sedih lagi, jika kisah nyata itu dilakukan oleh orang yang notabene pernah belajar agama hingga dapat titel sarjana Agama. Lalu, apa guna titel itu? Ilmu itu baru akan punya makna jika diamalkan. Nah, tidak takutkah kita yang sudah banyak belajar agama, bahkan banyak mendakwahkannya (tentang akhlaq sesama manusia, tentang birrul walidain, tentang ridho Allah di atas ridho orang tua, dll), dan kemudian kita melanggarnya? 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

Antara Kata dan Perbuatan

9 Komentar // 15 April 2009
Tidak disangsikan lagi bahwa adanya perbedaan antara kata dan realita adalah salah satu hal yang sangat berbahaya. Itulah sebab datangnya murka Allah sebagaimana firman-Nya surat Shaff ayat 2 dan 3.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
 كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (As Shaff:2-3)
*Kisah nyata ini semoga memberikan penyadaran bagi kita semua. Bagi para suami, orangtua (terutama ibumu) adalah lebih utama ketimbang istrimu. Ini aturan Islam. Dan bagi para istri, sungguh orangtua suamimu adalah orangtuamu juga, saudara suamimu adalah saudaramu juga, jangan pilih kasih antara orangtuamu dengan orangtua suamimu. Tanpa orangtua suamimu, kau tidak akan bersama seorang laki-laki yang kini kau cinta.

Sungguh, pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dari dua jiwa, tapi menyatukan dua keluarga, dua masyarakat, dua visi menjadi satu visi, dll. Jika masih berpikir menikah itu hanya untuk romantisme dua insan, maka segera ubah paradigma semacam itu!
"Allah, jadikan aku istri yang taat kepada suami dan mencintai kedua orangtua suamiku layaknya kedua orangtuaku sendiri. aamiin"

Sumber gambar: SuaraMerdeka.com

Rabu, 21 November 2012

Ikhtiar Kami KarenaMu Ya Allah ...

Menjadi seorang ibu dan memiliki anak adalah impian setiap perempuan. Siapa coba yang tidak ingin menjadi ibu? Siapa coba yang tidak ingin menimang buah hati? Demikian juga dengan saya. Usia pernikahan saya dengan suami sudah dua tahun lebih. Pantas bukan jika sudah sangat merindukan kehadiran sang buah hati? Apalagi jika mendapatkan kabar bahwa teman ini sudah hamil, teman ini sudah melahirkan, teman ini sudah hamil lagi, dan hamil lagi. Ehmm, kebayang kan bagaimana 'desiran' hati ini?

Ya, jujur saya akui. Saya sudah sangat merindukan buah hati. Memang sih, saya pernah hamil saat usia pernikahan menginjak tahun ke 2, namun di usia kandungan 3 bulan Allah menakdirkan lain. Calon bayi kami keguguran. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Sediiiih banget saat itu. Rasanya dunia suram, bahkan kehadiran orang-orang terkasih di sisi masih belum mengobati rasa sedih saya.

But, Life must go on! Betul, kan?

Saya tidak boleh menyerah! Saya bangkitkan kembali optimisme dalam diri. Bersama suami di sisi, kami rajut kembali mimpi-mimpi surgawi kami. Kami yakin ini adalah ujian dari Allah bagi keluarga kami, untuk mengetahui sekuat apa iman kami. Seyakin apa kami kepada Allah. 

Berbekal optimisme dan harapan besar, kami menjalani berbagai terapi. Mulai dari ke dokter kandungan, bekam, hingga pijat Tsuba kami jalani. Niat kami adalah ikhtiar untuk mendapatkan pewaris dalam keluarga kami. Maka, kami ikhlas mengeluarkan biaya yang mahal untuk terapi-terapi tersebut. Dengan niat itu, kami yakin Allah pasti akan mengabulkannya. Meski entah kapan, kami tidak akan lelah. Dan, bukankah niat baik itu sendiri sudah mendapatkan pahala? Jadi, kami senantiasa optimis. 

Dari beberapa rekan dan senior yang juga belum mendapatkan keturunan, saya mendapatkan banyak hikmah dan nasihat kebaikan. Seorang senior mengatakan, "Tidak bisa menikah bukanlah suatu kehinaan (jika sudah diniatkan untuk menikah), seperti halnya Imam Syafi'i yang meninggal dalam keadaan tidak menikah. Dan kalaupun tidak mempunyai anak juga bukan sebuah kehinaan, seperti halnya Ibunda Aisyah ra yang ditakdirkan Allah tidak mempunyai anak."

Sejak saat itu, wajah saya tidak menunduk lagi saat Allah belum mengabulkan keinginan saya mempunyai pewaris. Wajah saya juga tidak kecut lagi saat berkumpul dengan rekan-rekan yang digelendoti satu dua tiga anak mereka. Dan hati saya tidak lagi teriris saat rekan-rekan mengupload foto buah hati mereka di FB :-) justru saya senantiasa senang melihat keceriaan anak-anak rekan saya. Seumpama sinaran mentari yang akan menghangatkan hati-hati para ibunya. Termasuk saya. Bukankah anak-anak itu adalah anak peradaban? Dan semua perempuan adalah ibu mereka, termasuk saya.
Alhamdulillah ... 

Berikut adalah beberapa doa untuk mendapatkan pewaris. Semoga bermanfaat:
1) Doa Nabi Zakariya as

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
Rabbi laa tadzaR nii faRdaw wa anta khayRul waa Ritsiin
"Ya Tuhanku janganlah Engkau membiaRkan aku hidup seORang diRi dan Engkaulah PewaRis Yang Paling Baik” (Q.S. Al-Anbiyaa : 89).

Pada akhiR dOa suatu shalat Nabi SAW beRdOa kepada Ibunya Anas bin Malik: 
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيهِ
Allahumma aktsiR maa lahu wawaladahuu wabaaRiklahu fiihi
"Ya Allah! PeRbanyakkanlah haRtanya dan peRbanyakkanlah anak-anaknya seRta beRikanlah kebeRkatan kepadanya" (H.R. BukhaRi Muslim)

Maka jika dOa itu dibaca untuk diRi sendiRi atau suami istRi, kalimatnya menjadi:
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَاِلي(لَنَا) وَوَلَدِي (نَا) وَبَارِكْ لي (لَنَا) فِيهِ
Allahumma aktsiR maa lii (lanaa) wawaladii (naa) wabaaRiklii (lanaa) fiihi
“Ya Allah! PeRbanyakkanlah haRtaku dan peRbanyakkanlah anak-anakku seRta beRikanlah kebeRkatan kepadaku di dalamnya” 

Ada juga Surat Maryam yang bisa dijadikan wasilah saat berdoa kepada Allah.


QS. Ali ‘Imran ayat 38:
Doa Nabi Zakaria untuk Mendapatkan Anak
“Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” [Ali ‘Imran:38]
Transliterasi doanya sebagai berikut: “Robbi hablii milladunka dzurriyyatan thoyyibah. Innaka sami’ud du’aaa’”

 2) Doa Nabi Ibrahim as

Doa Nabi Ibrahim untuk Mendapat Anak
Robi hablii minash shoolihiin
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” [Ash Shaaffaat 100]

3) Doa Orang-orang Shalih