Asri AyuSyar'i

Selasa, 12 Juni 2012

Meretas Cita dan Cinta Bersamamu


Aku masih ingat dengan jelas ... engkau menunduk malu saat itu, mencoba menawarkan sebongkah asa dan segenggam cinta yang sederhana. Kulihat ada sedikit kecemasan dalam raut wajahmu. Aku tidak tahu apa arti kecemasan di wajahmu itu, namun di kemudian hari aku tahu bahwa engkau cemas aku akan menolak uluran cinta darimu. Aku tertawa mendengar alasan itu, antara malu dan tersanjung.
Aku masih ingat dengan jelas ... engkau gemetar saat mengucapkan janji suci itu. Air matamu bahkan mengalir meresapi makna akad itu. Sempat kubertanya, mengapa engkau menangis? Adakah penyesalan? Engkau menggeleng pelan ... "Mitsaqan ghaliza ... janji suci yang teramat berat," begitu kau sebutkan. Kau menangis karena bahagia, sekaligus takut tidak bisa membawaku dalam istana bahagia. Dan kau lebih takut lagi tidak bisa menjadi Imam yang akan membawaku ke SurgaNya.  
Aku gemetar mendengar alasan itu. Kau tahu, bahkan kau telah membawa bahagia itu di hari pertama kita bersama. Aku bahagia. Kau lihat, kan?
Lalu hari demi hari kita lewati bersama ... ada suka ada duka. Ada yang datang, ada juga yang hilang. Ada kesenangan, tapi tak jarang kesedihan yang menyayat kita berdua. Namun semuanya terasa beda. Itu pasti karena kau ada di sisiku. Kau membawa begitu banyak tawa saat aku berduka. Kau menguatkan di saat yakinku kepadaNya melemah. Tak jarang kau menjadi tubuh bagi jiwaku, di saat tubuhku melemah karena sakit. 
Kau tahu? Kau adalah anugerah terindah yang pernah kudapatkan. Aku sangat mensyukurinya. Engkau bisa meredam segala ego dan ambisi liarku. Engkau sangat memahami kekurangsabarannya diriku. Engkau paham dan bahkan mendukungku untuk berkarya dan berdakwah di luar rumah. Engkau bahkan rela menjadi pengantar-jemput di mana pun aku beraktivitas.
Aku takjub dengan prinsip hidupmu. Sederhana. Ya, itu prinsip hidupmu. Sederhana dalam berfikir, sederhana dalam bertindak, sederhana dalam berpenampilan, bahkan sederhana dalam menyikapi setiap masalah. Engkau tidak mempermasalahkan apakah makanan yang kusediakan itu hasil masakanku sendiri atau hasil aku beli. Engkau bahkan melarangku mencuci dan memilih untuk laundry—karena takut aku sakit. “Yang penting semua tersedia dengan baik,” begitu alasanmu. Sangat sederhana, namun mampu memesonaku, Si Miss Idealis ini.
Oh. Aku benar-benar malu. Jika dulu engkau yang tidak percaya diri untuk bersamaku. Tapi, kini aku lah yang sungguh malu karena keluhuran budimu.
Kau tahu, aku belajar banyak darimu, Suamiku. Darimu aku belajar sabar menghadapi berbagai masalah. Darimu aku belajar ikhlas menerima takdir, saat calon buah hati kita akhirnya kembali kepadaNya. Darimu aku belajar bertambah empati kepada orang lain. Dan dari dirimu pula, aku belajar cinta. Cinta yang sederhana, cinta yang tidak berlebihan, namun menentramkan.
Kini, 2 tahun sudah kita bersama. Masih ingatkah engkau dengan cita-cita kita? Cita-cita untuk menjadikan keluarga kita keluarga dengan misi dakwah dan misi sosial. Dengan ridho Allah, cita-cita itu akan terwujud. InsyaAllah.
Happy Wedding Anniversary, My Hubby!!! 

 
This our favorite song. Just check this out!