
Bang Thoyib, Bang Thoyib lama tak pulang-pulang
Anakmu-anakmu panggil-panggil namamu.
Masih ingat dengan lagu dangdut itu? Lagu yang menggambarkan seorang suami yang tidak pernah pulang-pulang, bahkan selama tiga kali puasa tiga kali lebaran...wuihh...suami yang aneh he he...
Ngomong-ngomong tentang Bang Thoyib juga, saya pernah mendengar seorang Ustadz yang bercerita tentang dirinya yang pernah disebut Bang Thoyib, bukan oleh istri beliau, tapi justru oleh anak beliau. Ceritanya sang Ustadz memang sering pergi untuk urusan dakwah. Ya, meski perginya tidak selama Bang Thoyib yang tiga kali puasa tiga kali lebaran. Tapi si anak ternyata merasa bahwa sang ayah sering pergi dan jarang pulang! Waduuh!
Hal seperti ini pasti juga pernah dialami oleh banyak ustadz atau orang-orang yang mendedikasikan dirinya di Jalan Allah SWT. Tak terkecuali suamiku he he. Suamiku ini meski nama aslinya bukan Bang Thoyib, tapi sesekali cocok deh dipanggil Bang Thoyib . Pasalnya suamiku ini juga sering pergi untuk urusan organisasi dan pekerjaannya. Rapat ini, rapat itu, pengajian ini, pengajian itu, training ini, training itu, belum lagi pekerjaan kantor yang bejibun. Beuh!
Sebenarnya saya paham sekali dengan aktifitas suami yang super padat itu. Karena sedikit banyak saya juga terlibat dengan aktifitas serupa, ya, meski tidak sebanyak beliau. Saya pun paham, karena sebelum menikah, kami juga sudah saling mengetahui aktifitas masing-masing, dan bersepakat untuk saling mendukung aktifitas itu.
Tapi setelah menikah, dan semakin ke sini...kadang merasa resah juga dengan hal itu. Ada rasa sepi saat ditinggal suami rapat atau acara di luar yang mengharuskan suami pulang larut malam atau bahkan sampai menginap. Ehmmm, kalo sudah begini, maka lepi selalu menjadi teman yang menghibur. Kadang protes juga sih, saya bilang, “Bang! Kenapa kita gak bisa seperti pasangan suami istri yang lain. Bisa sering makan malam bersama, malam mingguan, menghabiskan akhir pekan bersama, liburan ke luar kota seminggu full. sedangkan kita, jangankan liburan, bisa seharian berdua di rumah saja itu sudah luar biasa mahalnya...hiks hiks.”
Dan seperti biasa, setiap mendengar protes seperti itu, suami selalu memberi nasehat untuk bisa sabar. Katanya, “Beginilah, kalau kita dulu sudah sepakat menikah, berarti kita sama-sama tahu konsekuensinya bahwa kita berdua memang akan disibukkan dengan berbagai urusan dakwah. jadi Neng harus sabar ya.” Coba, bagaimana saya tidak melting kalo suami sudah bicara bijak kayak gini he he (lebay). Tapi iya lho, suami selalu bisa menenangkan kalo saya sedang meledak-ledak, soalnya jawabannya emang logis sih.
Dan kerennya, suamiku gak cuman bijak di perkataan aja. Biasanya begitu aku protes tentang minimnya waktu bersama, suami langsung memberikan surprised yang bikin saya terkejut. Ya iyalah, namanya juga surprised he he. Ada-ada saja surprisednya...kadang tiba-tiba mengajak makan malam di luar (stilah saya nge-date he he), kadang membelikan es krim, kadang membawakan jus jambu biji, dan yang terakhir ini yang paling sering (padahal sebenarnya saya tuh sukanya jus mangga atau sirsak, tapi seringnya malah membawakan jus jambu. Fufufu...heran deh!) Tapi by the way, saya senang dengan surprised-surprised itu...rasanya tersandung eh maksudnya tersanjung begitu he he.
Kembali ke topik. Sebenarnya hal yang wajar, ketika istri atau anak kita kadang protes dengan minimnya kehadiran kita di sisi mereka. karena pasangan dan anak-anak kita tentu juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang kita. Jujur, saya sendiri sering tidak tenang kalau suami pergi hingga larut malam atau sampai menginap. Selalu saja ada yang saya khawatirkan, misalnya bagaimana perjalanan pulangnya, selamat atau tidak, kedinginan atau tidak. Terus kalau menginap di luar rumah sering terpikir bagaimana makannya, bagaimana tidurnya, banyak nyamuk ato tidak he he sok perhatian ye?! Dan kalau udah begini biasanya mau tidur juga gak tenang (halah lebay he he).
Ada juga hal lain yang sering membuat para istri resah kalau suaminya pergi lama, yaitu godaan yang dahsyat di luar sana. Dan repotnya, ini yang paling bikin para istri bete ketimbang beberapa alasan di atas lainnya. Tapi saya sih tidak seperti itu. Suer! Saya biasa saja kalau masalah itu, soalnya yakin banget suami bakalan setia dunia akhirat (amiin). Soalnya mukanya innocent banget, dan gak ada tampang gak setia he he. Ya, paling-paling kalau pulang telat saya miscal-miscal, trus telpon dan sms, “lagi di mana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?” he he (teteup).
Tapi di sisi lain, sebenarnya bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan saat pasangan kita (suami atau istri) sibuk dengan aktifitas, asalkan aktifitas itu bermanfaat untuk banyak orang. Karena meskipun pasangan kita itu milik kita, mereka juga milik umat. Umat juga membutuhkan peran dan potensi dari pasangan kita tersebut. Asalkan sejak awal terjalin komunikasi yang seimbang antara suami istri tentang peran dan tugasnya, tentang berbagai aktifitasnya baik di dalam maupun di luar rumah, dan berusaha menyeimbangkan keduanya, maka keluarga tersebut akan bisa menjadi keluarga yang harmonis.
Nah, dari situlah kita bisa memaknai, bahwa pernikahan akhirnya harus mampu mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia sekaligus memberi kebaikan kepada masyarakat. Keluarga yang mampu bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk membangun sebuah negara yang adil, makmur dan tunduk kepada ketentuan Tuhan Yang Maha Esa.
* coretan semalam...saat suami sudah tertidur lelap, sedangkan aku masih saja insomnia...fufufu...
** coretan ini benar-benar karangan pribadi saya, jika ada kesamaan nama, karakter, waktu dan tempat kejadian. Sungguh! Itu benar-benar tidak saya sengaja. Sungguh! ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar